Menurut kepercayaan orang Sambas, bahwa
Raden Sandhi itu bukannya mati, mayatnya dibawa orang kebenaran, orang halus,
orang Paloh. Sebelum saya ceritakan Raden Sandhi itu, lebih baik saya ceritakan
tentang Paloh, yakni tentang keangkerannya. Sampai saat ini mungkin orang
daerah Sambas di sini masih percaya dengan keangkerannya, soal - soal mistik
begitulah kita sekarang.
Menurut kepercayaan orang daerah Sambas
kalau kita akan pergi ke Paloh, pertama kita tidak boleh berteriak - teriak
atau memekik di dalam hutan. Kedua bersiul juga dilarang. Ketiga berkata tidak
baik, Nah begitulah cerita orang Sambas tentang daerah Paloh.
Nah, sekarang saya akan bercerita
tentang kematian Raden Sandhi tadi. Raden Sandhi itu termasuk keluarga orang
yang baik - baik beliau keturunan Raja - raja Sambas. Kelakuannya sangat
berbeda dengan saudaranya yang lain. Salah satu kebiasaan yang paling disukai
dan sering dilakukannya yaitu berburu. Kalau sudah berburu biasanya dua atau
tiga hari baru pulang ke rumah. Dan hal inilah, sekali - kali orang tuanya
memberi teguran.
Pada suatu ketika, Raden Sandhi
dipanggil oleh orang tuanya dan berkata : ” Sandhi, kamu aku lihat lain dari
pada saudara - saudaramu. Selalu saja kau pergi kehutan, atau sampai ke daerah
Paloh berburu mencari burung, kijang, pelanduk. Hasilnya tidak ada juga. Jadi
aku rasa lebih baik kamu tinggal di rumah saja, itu anak istrimu siapa yang
akan mengurusnya. Kami memang sanggup memberinya makan, tapi kamu sebagai
suaminya, kamu yang lebih banyak memberi perhatian, mendidik. Baik itu kepada
anak - anakmu, istrimu, itu adalah tanggung jawabmu.
Raden Sandhi, orangnya pendiam dan tidak
suka berbicara yang tidak ada gunanya, terlebih - lebih kepada orang tuanya dan
bagaimanapun kemarahan orang tuanya tadi, ia diam saja, namun di dalam hatinya
karena itu telah menjadi kebiasaannya yang suka berburu. Pada suatu hari Raden
Sandhi seperti biasa, akan pergi berburu senjatanya yang akan dipergunakan
untuk pergi berburu. Lalu ia pergi menemui istrinya, ” Oi, hari ini, aku akan
pergi berburu lagi.
Entah satu hari, dua hari aku tidak
tahu. Cuma aku minta, supaya kepergianku itu, jangan kau ceritakan dengan ayah,
dengan ibu,” mengapa pula, kata istrinya, saya baru saja dimarahi oleh ibu,
supaya jangan pergi berburu, padahal hatiku selalu saja ingin pergi berburu.
Jadi seorang istri haruslah patuh terhadap suami,”. Mengerti, jawab sang istri.
Hanya jangan lama - lama. Maklumlah di dalam hutan, mesti ada sesuatu yang
dikhawatirkan,”. Tidak, aku pergi tidak terlalu lama, mungkin hanya dua hari
saja.
Baiklah, kata istrinya.” Nanti kalau
ayah bertanya’, katakan aku tidak pergi kemana - mana. Hanya pergi dekat saja.
Hanya nanti kalau kamu akan pergi bawalah teman. Jangan pergi sendiri,
maklumlah di dalam hutan. Binatang banyak, seperti ular, beruang, dan binatang
lainnya yang dapat menyusahkan kita, kata istrinya. ”Ialah aku membawa kawan,
tapi siapakah kawanku, kata Raden Sandhi. Maka berangkatlah Raden Sandhi tadi.
Dengan kedua orang temannya pergilah mereka bertiga berjalan. Mereka berjalan
keluar masuk hutan, keluar masuk jurang tidak juga bertemu dengan binatang yang
dicari. Apalagi rusa, kijang, pelanduk, burungpun tidak dijumpai. Karena belum
juga ketemu dengan binatang buruannya dan sudah menjadi sifat Raden Sandhi,
kalau belum dapat belum pula ia puas. Makan pun Raden Sandhi lupa apalagi
minum. Akhirnya sampailah mereka ke daerah Paloh. Sesampai di Paloh, terdengar
burung, Ciit .... Ciit ....... Ciit”. Kawan Raden Sandhipun berkata, ” Den itu
ada bunyi burung.
”Mana ? ”itu, di batang kayu.” Raden
Sandhipun melihat ke atas. Dilihatnya benar, ada seekor burung, namun burung
itu sangat aneh bentuknya. Sangat berbeda dengan burung - burung yang lain.
Tidak juga besar, tidak juga kecil. Burungnya bagus, cantik benar burung itu.
Warnanya bermacam - macam, ada hijau, ada merah, kakinya kekuning - kuningan.
Pendek kata menarik, sangat menarik hati.
”Ku sumpit saja burung itu. Kalau ku
sumpit, mudah - mudahan burung itu tidak mati dan aku dapat memeliharanya,” kata
Raden Sandhi. Kemudian di sumpitnya lah burung itu dan kena, tepat di kepalanya
dan matilah burung tersebut. Sedihlah hati Raden Sandhi karena burung tersebut
mati. ” Sayang, burung itu, kalau tidak mati akan kupelihara”. Apa boleh buat,
walaupun mati akan kubawa pulang. Kata Raden Sandhi pada temannya.
”Wah, wah, kita pulang saja, sudah
hampir dua hari kita berburu tidak juga mendapat hasil buruan hanya dapat
burung satu ekor saja. Akan kusalai, agar bulunya tidak rusak sewaktu dibungkus
dan akan kusimpan saja. ” Iyalah, ” jawab teman – temannya. Pulanglah Raden
Sandhi, sampai di rumahnya Raden Sandhi bercerita, badannya kurang sehat,
mengapa ya badanku kurang sehat, bulu kuduk terasa berdiri. Mungkin aku sakit.
Pada mulanya tidak merasakan apa - apa sampai beberapa hari kemudian, badan
Raden Sandhi masih juga belum sehat. Raden Sandhi merasakan demam setelah pergi
ke Paloh !. Lalu dia pergi menghampiri istrinya, ada apa dengan badanku, kata
Raden Sandhi kepada istrinya. Sakit barangkali aku ini.” Sudah tiga hari
badanku ini panas dingin, bulu kuduk aku terasa berdiri, rasanya tidak nyaman
sekali, apa ya obatnya ?”. kata Raden Sandhi kepada istrinya. Tidak tahu, jawab
istrinya. Cari dukun saja yang dekat - dekat sini. Maka sang istri mencari
dukun untuk mengobati suaminya tadi. Tidak lama kemudian datanglah sang dukun
dan bertanya kepada Raden Sandhi, ” Sakit apa den ?”.
”Entahlah, badan aku ini rasanya kian
hari kian melemah saja, bulu kuduk terasa berdiri. Demam ada juga tapi badan
rasanya sakit semua. Raden dari mana, sampai sakit begini ? tanya sang dukun
kepada Raden Sandhi. Saya pergi berburu ke Paloh, pulang dari berburu, badan
saya terasa panas dingin, rasanya bulu merinding. Oh kalau begitu Raden terkena
orang halus barangkali, kata sang dukun pula.
Lalu diobatinya Raden Sandhi, sesudah
diobati dengan obat orang kampung tadi, dengan berjenis - jenis ramuan yang
terbuat dari kayu - kayu, lalu dibacakannyalah mantra. Setelah dukun tadi
pulang, sakit Raden Sandhi bukannya sembuh, tapi penyakitnya bertambah parah,
akhirnya Raden Sandhi tidak mau makan.
Setelah beberapa lamanya Raden Sandhi
sakit dan sakitnya tidak juga sembuh, akhirnya Raden Sandhi meninggal dunia.
Layaknya orang meninggal tentulah dimandikan, dikapankan lalu dikuburkan
seperti layaknya upacara penguburan. Setelah upacara penguburan selesai
dilaksanakan, pada malam harinya istri Raden Sandhi mendapat mempi, dalam mimpi
itu, mengatakan bahwa sebenarnya Raden Sandhi tidaklah mati, Raden Sandhi
dibawa oleh orang halus pergi ke Paloh, untuk dijadikan raja oleh orang halus
di sana karena raja mereka sudah tua, Raden Sandhi akan dijadikan menantu dan
raja orang halus di tempat tersebut.
Yang
dimakamkan itu bukannya Raden Sandhi, melainkan hanya sebatang kedebok pisang
saja dan itulah yang ditanam, kata orang halus di dalam mimpi sang istri. Orang
halus tadi juga berpesan untuk memberitahukan mimpinya kepada orang tua Raden
Sandhi.
Lalu tersadarlah sang istri dari mimpinya, dan kemudian bercerita kepada kedua orang tua Raden Sandhi beserta keluarganya. Bahwa yang dikuburkan itu bukanlah jasad tubuh Raden Sandhi melainkan hanya sebatang gedebok pisang dan suaminya dibawa pergi ke paloh oleh orang halus untuk dinikahkan dengan anak Raja Paloh. Begitulah cerita istri Raden Sandhi, maka gemparlah mereka mendengar cerita sang istri tadi. Sang ayah menyesali kelakuan Raden Sandhi yang sudah sering diingatkan untuk tidak pergi berburu, apalagi pergi berburu sampai ke Paloh.
Lalu tersadarlah sang istri dari mimpinya, dan kemudian bercerita kepada kedua orang tua Raden Sandhi beserta keluarganya. Bahwa yang dikuburkan itu bukanlah jasad tubuh Raden Sandhi melainkan hanya sebatang gedebok pisang dan suaminya dibawa pergi ke paloh oleh orang halus untuk dinikahkan dengan anak Raja Paloh. Begitulah cerita istri Raden Sandhi, maka gemparlah mereka mendengar cerita sang istri tadi. Sang ayah menyesali kelakuan Raden Sandhi yang sudah sering diingatkan untuk tidak pergi berburu, apalagi pergi berburu sampai ke Paloh.
Sudah
kita tahu bersama, bahwa Paloh itu tempat orang - orang kebenaran, apalagi
kedatangannya ke Paloh hanya untuk pergi berburu, membunuh binatang lagi. Namun
apa daya semuanya telah terjadi. Mungkin itu sudah suratan takdir Raden
Sandhi,” kata ayahnya.
Kita teruskan cerita kita dahulu, setelah Raden Sandhi dibawa ke Paloh, Raden Sandhi dinikahkan dengan anak Raja Paloh. Pada masa itulah Raden Sandhi menjadi Raja Paloh dan berkuasa di daerah Paloh. Pada saat sekarang ini juga masih banyak masyarakat yang mempercayainya dan menurut cerita apabila akan pergi ke Paloh, jangan lupa menyebut nama Raden Sandhi, sambil berkata, ” Den, Raden, kami datang ke Paloh daerah kekuasaan dato’ ( panggilan untuk Raden Sandhi ) kami juga masih keluarga dari Sambas, janganlah kami diganggu”, begitlah bunyi ucapannya. Selain itu ada juga syarat yang harus dilakukan bagi yang akan ke Paloh yaitu
Kita teruskan cerita kita dahulu, setelah Raden Sandhi dibawa ke Paloh, Raden Sandhi dinikahkan dengan anak Raja Paloh. Pada masa itulah Raden Sandhi menjadi Raja Paloh dan berkuasa di daerah Paloh. Pada saat sekarang ini juga masih banyak masyarakat yang mempercayainya dan menurut cerita apabila akan pergi ke Paloh, jangan lupa menyebut nama Raden Sandhi, sambil berkata, ” Den, Raden, kami datang ke Paloh daerah kekuasaan dato’ ( panggilan untuk Raden Sandhi ) kami juga masih keluarga dari Sambas, janganlah kami diganggu”, begitlah bunyi ucapannya. Selain itu ada juga syarat yang harus dilakukan bagi yang akan ke Paloh yaitu
1. Jangan
sekali - sekali berani berteriak – teriak
2. Jangan
sekali - kali bersiul - siul itu tabu sekali dilakukan
3. Jangan
sekali - kali membunuh binatang yang berguna seperti burung ( jenis apa saja )
dan yang lainnya
Selain itu juga tidak boleh berbicara
kotor dan bersiul - siul. Apabila hal - hal semacam ini dilanggar maka akan ada
akibatnya. Begitulah, ceritanya. Jadi kepercayaan itu masih tetap dipegang
hingga saat ini. Orang yang masuk ke daerah Paloh tidak berani sembarangan.
Daerah itu ( Paloh ) dijaga oleh Raden Sandhi. Benar atau tidaknya cerita ini’,
Wallahualam.
0 komentar:
Posting Komentar