Deskripsi
Tentang Sastra Daerah Batak
Batak adalah salah
satu suku etnis bangsa yang terdapat di
daerah Sumatera Utara. Suku ini sangat kaya akan tradisi dan adat
istiadatnya. Secara garis besar suku ini
mendiami wilayah kabupaten bagaian
dari wilayah Sumatra Utara. Daerah asal kediaman orang batak dikenal dengan
Dataran Tinggi Karo, Langkat Hulu, Simalungun, Toba, Mandailing dan Tapanuli
Tengah. Daerah ini dilalui oleh rangkaian Bukit Barisan dan terdapat danau
besar yang disebut danau Toba. Danau ini merupakan kebanggaan masyarakat batak,
karena danau tersebut merupakan sumber penghasilan mereka.
Suku
batak terdapat enam jenis, yaitu Batak Toba, Batak Karo,
Batak Simalungun, Batak Mandailing,
Batak Pakpak, dan Batak Angkola. Masing-masing dari jenis suku batak tersebut memiliki bahasa dan aksara sendiri. Dalam
percakapan sehari-hari, orang batak
menggunakan empat logat, yakni logat Karo yang dipakai oleh orang Karo, logat
Pakpak yang dipakai oleh Pakpak, logat Simalungun yang dipakai oleh Simalungun,
dan logat Toba yang dipakai oleh orang
Toba, Angkola dan Mandailing.
Sastra yang terdapat di daerah Batak secara
umumnya bersifat lisan dan jarang ditemukan sastra tulisnya. Seperti yang
dituturkan oleh Lesmana (Johnson Pardosi dan Razali Kasim, 2000:2)
etnis Batak
Toba mengenal sastra lisan dalam bentuk prosa maupun puisi. Namun, masyarakat
hanya mengenal satu bentuk genre prosa, yaitu turi-turian. Turi-turian mencakup
legenda, saga, dan mite . sedangkan dalam sastra lisan Batak Simalungun
mengenal prosa yaitu, mite, lagenda, kisah binatang (fabel), dan cerita pendek lucu. Sedangkan
untuk sastra jenis puisi terdapat umpasa,
hutinta, salik, dan umpama.
1. Prosa
a.
Mite
Mite
ini berkaitan dengan keajaiban dan erat hubungannya dengan keperyaan terhadap
daewa-dewa dalam masyarakat. Di dalam sastra lisan batak Simalungun terdapat
beberapa contoh mite seperti: Tuan Sormaliat, Tuan Rahat di Panei, Putri
Ranting Bunga, Begu Ganjang ‘Hantu’, Putri Dayang Bandir, Batu Keramat Marga
Sinaga, dan Gana-gana Na manjadi Anakboru.
b.
Lagenda
Berhubungan dengan asal-usul kejadian
suatu tempat yang kebenarannya diraguka, tetapi tidak dilakukan dan hilangkan.
Dalam sastra lisan batak Simalungun terdapat contoh lagenda
seperti: Turi-turian ni Dolok raja, Terjadinya Tambak Situri-turi, Bah Sinuan,
dan Terjadinya Kapung Tondang.
c. Fabel
Berkisah tentang binatang. Dalam sastra lisan
daerah Batak Simalungun terdapat beberapa fabel seperti Buaya dengan Beruk,
Kancil dengan Siput, Dua Orang Bersaudara dengan Monyet tunggal, dan Kancil
dengan Rusa.
d. Cerita
pendek lucu
Dalam
sastra lisan daerah Batak Simalungun
terdapat cerita pendek lucu yang diantaranya adalah cerita tentang Si
Marsingkam, cerita Seorang penyadap Enau, cerita Si Galetang yang Tolol, dan
cerita Si Lagamangan.
2.
Puisi
Sastra lisan
daerah Batak mengenal adanya umpasa,
hutinta, salik, anian, dan udoan.
semua itu termasuk dalam jenis pantun.
Umpasa ini mencakup pantun, syair, dan bidal.
Menurut isi dan pemakaiannya terbagi atas Umpasa ni dakdanak (pantun anak-anak), umpasa
ni na maposo (pantun orang muda),
dan umpasa ni na matua (
pantun orang tua). Sedangkan untuk hutinta dibagi atas hutinta biasa, hutinta umpasa, dan umpasa turi-turian. Salik adalah pantun untuk mengutuk seseorang
atau sumpah serapah. Anian adalah sejenis
pantun yang mempunyai ekor. Sedangkan
untuk udoan adalah pantun yang bisa dikatakan untuk mengungkapkan suatu
penderitaan. Selain dari keliama jenis pantun itu tadi, di dalam sastra lisan Batak Toba juga
mengenal adanya umpama. Umpama ini dikenal juga kita artikan dengan pepatah.
Penyebaran sastra Batak dilakukan melalui lisan, yaitu dari mulut ke mulut.
Untuk sastra tulis Batak untuk saat ini yang saya ketahui adalah tentang naskah pustaha.
Naskah ini berisi tentang ilmu kedukunan. Tapi sayang, mulai pada tahun 1852
naskah Pustaha ini telah dimusnahkan.
Selain itu lebih 90% (sekitar 1000-2000) naskah karya sastra asli Batak
tersimpan di museum-museum mancanegara ( Simatupang, 2006; Kozok, 2009;
kertasari dkk, 2009). Selain naskah
pustaha sastra tulis batak yang lainnya adalah sebuah novel yang berjudul Sitti
Djaoerah: Padan Djanji Na Togoe (1927) karya Soetan Hasoendoetan Siregar. Novel
ini pertama kali dipublikasikan di surat kabar poestaha. Surat kabar poestaha
adalah surat kabar yang berbahasa Batak
yang didirikan tahun 1914 di Padang Sidempuan oleh Sutan Casayangan Soripada
Harahap. Bahasa yang paling menonjol dalam karya sastra berbentuk novel
tersebut adalah Batak Angkola,tetapi ada juga bahasa Batak Toba.
Sastra daerah Batak mempunyai ciri
khas tersendiri dibanding dengan sastra dari daerah lain. Tentu saja hal yang
paling menonjol adalah dari segi bahasa. Secara garis besar penyampaian sastra
di daerah Batak ini disampaikan melalui lisan. Perkembangan sastra lisan Batak
sekarang ini hanya diketahui oleh orang tua, jarang dikenal oleh kalangan anak
muda khususnya remaja. Mereka kurang memperdulikan tentang sastra daerahnya.
Hal itu disebabkan oleh masuknya pengaruh budaya luar yang menggeser kebudayaan
lokal. Hal ini jugalah yang terjadi di daerah lain, para generasi muda lebih
cenderung mengikuti perkembangan budaya luar daripada kebudayaan mereka
sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
Damanik, Urich H. dkk. 1986. Sastra Lisan Simalungun. Jakarta timur: Pusat Pembinaan dan Pengembangan bahasa.
http://budiphatees.blogspot.com/2011/06/sastra-berbahasa-batak-dari-kampung.html
http://e-journal.uajy.ac.id/389/2/1MTI01461.pdf
http://jendelasastra.
Com/wawasan/artikel/seni-sastra-karo.
http://lesmanaanakfkip.blogspot.com/2013/11/struktur-sastra-lisan-batak-toba.html
0 komentar:
Posting Komentar